BAKALAN SAPI FRISIAN HOLSTEIN (FH) JANTAN YANG DIGEMUKKAN SEBAGAI SAPI POTONG
Permintaan sapi potong di Indonesia baik untuk ternak bibit maupun ternak potong dari tahun ke tahun semakin meningkat, sementara budidaya ternak sapi potong sebagian besar masih merupakan usaha sambilan dan merupakan cabang usaha yang dilaksanakan oleh peternakan rakyat yang masih perlu ditingkatkan pengetahuannya. Disisi lain pemerintah telah memprogramkan swasembada daging sapi tahun 2014, yang perlu mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, khususnya para peternak ruminansia.
Dalam rangka mendukung swasembada daging tahun 2014 tersebut, maka Sapi perah FH jantan yang tidak memenuhi standar bibit sapi perah dapat dimanfaatkan sebagai sapi potong. Untuk menetapkan sapi perah FH jantan yang akan digemukkan menjadi sapi potong, maka kita harus mengetahui persyaratan bibit sapi perah FH jantan tersebut. Standar Nasional Indonesia (SNI) bibit sapi perah Indonesia telah diterbitkan, sebagai revisi dari SNI 01-27735-1992, Sapi perah bibit (lokal dan impor) yang dalam implementasinya memerlukan penyempurnaan. Standar ini telah melalui tahap jejak pendapat pada tanggal 23 Juli 2007 sampai dengan 23 Oktober 2007 dan langsung disetujui menjadi RASNI. Standar ini dirumuskan sebagai upaya untuk meningkatkan jaminan mutu (quality assurance) sapi perah Indonesia.
Dalam memilih bakalan sapi perah FH jantan yang akan digemukkan sebagai sapi potong, maka bakalan sapi perah FH jantan perlu kita perhatikan persyaratan mutunya baik kualitatif maupun kuantitatif. Bakalan sapi perah FH jantan yang memenuhi persyaratan mutu akan dipilih sebagai bibit sapi perah FH jantan, akan tetapi bakalan sapi perah jantan yang tidak memenuhi persyaratan mutu akan digemukkan sebagai sapi potong.
Persyaratan kuantitatif bibit sapi perah FH jantan.
Secara khusus, sapi perah FH jantan terdiri dari calon pejantan dan proven bull (pejantan unggul dari calon pejantan yang telah diseleksi). Parameter yang digunakan untuk menentukan persyaratan kuantitatif bibit sapi perah jantan terdiri dari umur minimum, tinggi pundak minimum, berat badan minimum, lingkar scrotum minimum, warna dan lain-lain.
Persyaratan Calon pejantan: Umur minimum 18 bulan, tinggi pundak minimum 134 cm, berat badan minimum 480 kg, lingkar scrotum minimum 32 cm, warna hitam putih/merah putih, sesuai karakteristik sapi perah, mempunyai kartu identifikasi serta mempunyai silsilah.
Persyaratan Proven bull: Umur minimum 60 bulan, tinggi pundak minimum 150 cm, berat badan minimum 700 kg, lingkar scrotum minimum 42 cm, warna hitam putih/merah putih sesuai karakteristik sapi perah, dan nilai pemuliaan (breeding value) untuk produksi susu lemak.
Cara Pengukuran:
Dengan pemeriksaan fisik, yaitu pemeriksaan yang dilakukan secara pengamatan langsung . Untuk mengetahui umur bibit sapi FH jantan dilakukan berdasarkan catatan kelahiran. Sedangkan untuk mengukur tinggi pundak yaitu melalui pengukuran jarak tegak lurus dari tanah sampai puncak pundak dibelakang punuk yang dinyatakan dalam cm, menggunakan alat ukjur yang sudah ditera sesuai standar. Adapun untuk mengukur berat badan dilakukan dengan cara menimbang hewan menggunakan alat timbang yang telah ditera sesuai standar, dinyatakan dalam kg. Apabila tidak tersedia alat timbang dapat dilakukan dengan cara mengukur lingkar dada dinyatakan dalam cm, menggunakan pita ukur yang dilengkapi dengan perkiraan berat badan, dinyatakan dalam kg. Selain pengukuran seperti tersebut di atas juga perlu mengukur lingkar scrotum yang dapat dilakukan dengan cara pengukuran melingkar pada bagian tengah testis yang diperkirakan memiliki keliling paling besar dinyatakan dalam cm, menggunakan alat ukur yang sudah ditera sesuai standar. Penempatan pita ukur pada obyek yang diukur sebaiknya tidak disertai penekanan.
Dalam hal ini, sapi bakalan FH jantan yang tidak memenuhi kriteria persyaratan bibit sapi FH jantan seperti tersebut di atas, maka dapat digemukkan menjadi sapi potong. Sapi bakalan FH jantan yang akan digemukkan ini juga harus memenuhi persyaratan seperti bebas dari penyakit menular seperti mulut dan kuku (Foot and Mouth Disease), penyakit ngorok, Rinderpest, Brucellosis (keluron), Antrhrax (radang limpa, dan Blue tangue (lidah biru). Untuk selanjutnya, maka budidaya sapi FH jantan yang tidak memenuhi kriteria sebagai bibit sapi perah FH jantan harus mengikuti budidaya sapi potong.
Penulis: Sri Wijiastuti, Penyuluh Pertanian Madya.
Sumber:
1. Pedoman Budidaya Ternak Sapi Potong yang Baik (Good Farming Practice). Direktorat Jenderal Peternakan, Direktorat BudidayaTernak Rumiinansia, Jakarta, 2007.
2. Standar Nasional Indonesia (SNI) 2735.2008. Bibit Sapi Perah indonesia, Badan Standarisasi Nasional 2008.
_______________________________________________________________________________
Dalam menentukan berat
badan hewan ternak, bisa dengan cara di timbang langsung. Cara lain dalam
menentukan berat badan sapi atau kambing bisa dihitung dengan rumus.
Menentukan berat badan sapi. Ini adalah rumus dari literatur untuk menghitung estimasi berat badan sapi.
Rumus dari Denmark.
BB (kg) = (lingkar dada(cm) + 18 )^2/100.
atau
BB = (Panjang badan x lingkar dada)/10840. Dimana ukuran dalam cm.
Menetukan Berat badan Domba / Kambing
BB (kg) = (lingkar dada + 22) kuadrat/100. Sebagai contoh lingkar dada seekor (40+22) kuadrat dibagi 100 sama dengan 38,44 kg. (Ukuran dalam cm)
Menentukan berat badan sapi. Ini adalah rumus dari literatur untuk menghitung estimasi berat badan sapi.
Rumus dari Denmark.
BB (kg) = (lingkar dada(cm) + 18 )^2/100.
atau
BB = (Panjang badan x lingkar dada)/10840. Dimana ukuran dalam cm.
Menetukan Berat badan Domba / Kambing
BB (kg) = (lingkar dada + 22) kuadrat/100. Sebagai contoh lingkar dada seekor (40+22) kuadrat dibagi 100 sama dengan 38,44 kg. (Ukuran dalam cm)